Yang Penting 20, Walaupun Tidak Mengerjakannya

Apalagi berharap dapat tawaran wanita cantik, yang katanya Bidadari surga. Sungguh sangat mesum otakku bila aku yang masih sangat bangsat ini memiliki niat demikian. Namun kembali lagi, aku hanya Manusia Biasa yang tak lepas dari khilaf seperti lirik lagu Radja yang rilis tahun 2014 silam.
Sholat Berjamah | Dok. Sikonyol.com
Bisa aku pastikan bahwa, aku adalah satu dari sekian jomblo dan teman-teman seiman merasa Gegana, Gelisah Galau Merana seperti lirik lagu Cita Citata berjudul Goyang Dumang. Gegana disini bukan karena ditolak lamaran dan bukan juga karena gak ada uang beli baju lebaran. Akan tetapi gegana disini karena kondisi menjelang ramadhan di Aceh masih berkutik pada perdebatan jumlah rakaat taraweh. 

Mungkin bagiku hal itu sudah tuntas dan tidak perlu diperdebatkan dengan alasan apapun dan juga dengan ancaman apapun. Tidak terkecuali dengan alasan gombal yang menawarkan surga dunia. Sebab esensi dari sebuah ibadah, menurutku bukan mengejar surga. Apalagi berharap dapat tawaran wanita cantik, yang katanya bidadari surga. Sungguh sangat mes*m otakku bila aku yang masih sangat bangsat ini memiliki niat demikian. Namun kembali lagi, aku hanya Manusia Biasa yang tak lepas dari khilaf seperti lirik lagu Radja yang rilis tahun 2004 silam. 

Lantas seperti apa juga aku? Sebanarnya cuma Aku dan Tuhan yang tahu. Apalagi persoalan Ibadah itu hanya berharap ridho Illahi Rabbi sematalah yang menjadi motivasi diri dalam berbuat kebaikan, melaksanakan perintah dan juga menjauhi larangan-Nya. Selain itu, logika konyolku juga beranggapan bahwa, Ridho Illahi Rabbi itu nomor wahid dan surga number one dari belakang. 
Baca Juga : Usai Sholat Jum'at, Siapakah yang Paling Cepat Keluar dari Mesjid?
Berkaitan dengan hal tersebut, beberapa malam yang lalu usai terawih disebuah mesjid di pusat Kota Blangpidie Abdya. Aku dengan dua orang teman yang tidak wajib ku sebutkan namanya duduk disebuah warkop yang tidak terlalu jauh dari mesjid tempat kami sholat terawih tadi. Nama warkopnya,,, ah sudahlah tidak perlu kusebutkan. Sebab pemilik warung tidak minta review warungnya. Hehehe. gratiskan dulu kopinya, biar di review

Sambil menikmati kopi malam dengan suasana sedikit dingin, anginpun datang menyapu sisa-sisa mendung setelah usainya hujan. Ya, kopi panas pasti akan menjadi penghangat suasana sebelum kami memulai pembicaraan tentang Estetika Ramadhan. 

Dari pembicaran tersebut, ya maklum lah “Haba Waroeng Kupi” (pembicaraan di warug kopi; read) yang terkadang tidak jelas arah dan tujuannya kemana. Kalau kata Ustad kondang UAS, inilah yang katanya asbun alias asal bunyi dan tidak bisa dipertanggungjawabkan akan tetapi sangat memungkinkan dan patut untuk diseret ke ranah hukum sebagai pembelajaran untuk semua generasi orde lama hingga generasi melenial. 

Tapi ya sudahlah, Judul dari estetika ramadhan beralih ke ironinya ramadhan. Sehingga dua teman yang berstatus sama lajangnya dengan ku hanya bisa diam saja, sambil nguping secara detail dari titik hingga koma terhadap pembicaraan sekelompok orang yang hampir berkepala empat. Tapi yang perlu diingat, bagiku mereka itu persisi seperti kepala kambing terbakar. Sudah dibakar tapi masih juga tertawa. 

Ads
Pembicaraan super bodoh mereka tidak terlepas tentang isu yang sering berembus saat menjelang ramadhan tiba dari jaman sebelum Indonesia lahir. Kebayangkan, sudah berapa tahun lamanya. Barangkali mereka adalah generasi yang gagal Move On dari perbedaan khilafiah atau Ikhtilaf semata. Sehingga masalah sholat yang bukan wajib tersebut terlalu rumit pembahasannya. 

Mirisnya, kemudian hal ini juga menjadi isu yang dikelola oleh seorang hamba Allah yang diagungkan kebanyakan manusia di Aceh ini sebagai upaya diskriminasi sesama muslim, hanya persoalan jumlah rakaat saja. Sehingga dengan bangga mengeluarkan fatwa Bid’ah tentang sholat terawih sebelas rakaat tanpa referensi hadis yang jelas. Dan sangat disayangkan lagi jamaah yang tidak tahu apa-apa cendrung takrik buta dan ngekor untuk memfitnah bahwa kelompak A salah, kelompok saya benar. 

Duh, kopi panaspun sudah hampir dingin, akibat terlalu pasang kuping buat mereka. Meskipun sebenarnya bila aku terlalu berani untuk menolak pernyataan atau fatwa tersebut, pasti keberanianku kalah terkalahkan oleh sikap prontal mereka sebagai wujujd penghambaan diri mereka terhadap Maha Guru mereka dan aku akan di judge dengan stigma negatif sebagai wahabi. 

Cie alah, terserah wahabi juga manusia toh dan tidak se-ekstream mereka dalam memahami agama dan berguru hingga level menghambakan diri. Meskipun sebenarnya mereka terlalu peak memahami apa itu wahabi dan bagaimana sejarahnya. Yang pasti sejarah wahabi itu tidak terdapat di buku pelajaran Sejarah Madrasah Ibtidaiyah, Tsanawiyah dan juga Madrasah Aliyah juga tidak terdapat di bangku kuliah. Intinya cari sendiri, jangan hanya tunggu dari mulut doang, kesalku. 

Ayo Tarawih | Foto :nu.or.id
Yang lucunya, dari hal kecil ini justru sangat antusias didukung oleh mereka anak jablay yang bodoh disertai peak untuk menghidupkan kompor dan memanas-memanaskan publik di dunia maya bahwa fatwa sholat sebelas rakaat itu bid’ah. Baik dengan video abal-abal alias abu-abu yang tidak jelas warnanya juga dengan berbagai posting sosmed yang bertujuan untuk pembenaran. Sementara ia sendiri tidak pernah sholat lima waktu dan menolak penjelasan video oleh ustad-ustad lain yang lengkap dengan dalil Al Quran dan Hadist shahih. Ya, bisa dikatakan Yang Penting 20, Walaupun Tidak Mengerjakannya.
Baca Juga : Akibat Taat Kepada Allah, Dua Ulama Aceh Meninggal Dunia
Selain itu, menurut cetus temanku yang sama bangsat denganku, berbicara tentang agama bagi mereka hanya orang-orang tertentu sajalah yang boleh mengulas dan menjelaskan tentang seputar agama. Dan ketika maha guru sudah mengatakan A, maka dilarang untuk mengkritik apalagi membatah, sekalipun itu salah. Sepertinya, Pasal Senioritas tumbuh subur bak jamur diatas taik lembu. Hahahaha, 
Pasal 1 
Senior tidak pernah (ngaku) salah.  
Pasal 2 
Bila senoir salah kembali ke Pasal 1. 
Ah, yang benar saja ini, aku membathin. Mau jawab, entar tamat pula riwayatku. Apalagi aku dan teman-teman selajangku kan masih lajang, sayang belum nikah. Namun pun demikian, sebagai lajang yang merdeka, menurut kami sangat tidak bijaksana rasanya bila orang yang demikian dijadikan penyejuk bathin bagi anak-anak alay, jomblowan dan jomblowati. Ya, mungkin itu cocok buat mereka bapak-bapak yang mainstream terhadap akhirat dan mengabaikan dunia. Padahal mereka lupa, menuju akhirat biar mulus kayak jalan tol, mesti banyak ibadah dan berbuat baik sesama makhluk dulu. Inilah yang bakal menjadi bekal menuju akherat. 

Toh, persoalan sholat malam ramadhan mau sebelas, dua puluh tiga dan tiga pupuh sembilan, itu semua ada dalilnya. Pun juga sudah berlangsung lama sebelum internet (katanya) itu ada. Yang terpenting kerjakan menurut paham masing-masing, jangan menghujat dan merasa diri paling benar. Sebagai catatan yang harus disalahkan dan difatwakan ialah mereka yang tidak mengerjakan salah satu dari shlat terawih delapan, dua puluh dan tiga puluh enam. 
Previous
Next Post »

18 Comments

  1. In syaa Allah tujuan hamba Allah beribadah dengan gigih (menjalankan perintahNya dan menjauhi larangan) adalah semata-mata berharap syurga Allah.

    Karena sebelum ke syurga, ada jalan panjang yang harus kita lewati.
    Tidak hanya di dunia saja, bahkan sejak detik pertama kita mengalami kehidupan di alamn kubur.


    Jadi,
    bolehlah sebagai hamba Allah kita mengharapkan akhir yang baik atas segala yang telah kita lakukan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sholatnya pilih mana, atau kekeh dengan yang mana?

      Hapus
  2. Klu di Kampung saya ada dua versi..
    Yg 23 rakaat biasanya di mesjid raya dan surau.
    Itu orang orang lama atau NU

    Klu yg 8 rakaat itu di mushola dan orang muhammadyah

    BalasHapus
  3. Kalau masalah aturan agama tinggal merujuk kitab atau ulama yang sahih kali ya. Saya juga ngga paham tapi biasanya aturan agama sudah pakem dan baku

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya, dalam berbagai sumber disebutkan, Rasul itu Sholat tak lebih dari 11 rakaat (Hadist Aisyah), 20 pernah di kerjakan (Sahabat), dan Juga 36. yg namun srmua benar. Bukan saling menyalahkan.

      Hapus
  4. Ibadah itu yang penting niatnya dan semoga istiqomah. Mau gimana, kok beda, udah gak usah salah2 hin karena ya itu ada dalil dan paham sendiri yg dipakai

    BalasHapus
    Balasan
    1. sepakat!!
      Yg salah itu bagi yg tdk mengerjakannya.

      Hapus
  5. Padahal haditsnya ada yg dari Aisyah 11 rakaat, sedangkan dari sahabat dan istri yg lain ada yang lebih dari 11. Tapi kesemuanya yg ditekankan justru lebih kepada tumaninahnya salat, termasuk bacaan Al Quran nya dalam surat2 yang dibaca. Hmm sedih ya kalau sampai jadi masalah

    BalasHapus
    Balasan
    1. begitulah selang pendapat. Tapi sebenarnya itu adalah Rahmad Allah biar kita saling menghargai pendapat yg berbeda.

      Hapus
  6. Lebih nyaman yang 20 + 3. Karena dari kecil begitu. Tapi kalau pakai cara Muhammadiyah juga boleh. Yang penting mantap dengan imamnya. Sepehamanku sih keduanya boleh. Hanya karena kebiasaan lalu yang lain tidak benar.
    Tapi kelompok yang tenggang rasa tinggi juga dianggap aneh dan bukan golongan keduanya. Hahahaha... begitulah manusia.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaha. Inti permasalahannya hanya tertumpu pada kebiasaan ya mbak?

      Hapus
  7. Wah, aku nggak paham beginian, tapi kujadikan ilmu baru saja untukku. Hehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hmmmm...
      Semoga ilmu putih ya mbak, bukan versi hitam nya.
      Hehehe

      Hapus
  8. Ya Allah judulnya bikin ketawa. Hahaha. Yang penting debat ya dan kekeh-kekehan meski enggak mengerjakannya. Duh... Ketawa sedih deh jadinya.
    Iya, taklid buta emang gak boleh. Seharusnya dipelajari juga dalil-dalil yg lain, enggak langsung ngekor senior.
    Btw ya dari dulu gitu sih, yg 11 rakaat biasanya Muhammadiyah, yg 23 rakaat biasanya NU.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sebanarnya gak hanya Muhammadiyah lo yg 8, kelompok Sunni dan Salafi juga 8.

      Hapus
  9. Saya ikut mesjid tempat saya shalat saja. 11 atau 23 Insya Allah tidak masalah.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah, kalau msyarakatnya muslimnya damai.

      Hapus

Silakan tinggalkan komentar Anda!