Garam Langka, Rumah Tangga Retak dan Negarapun Dalam Bahaya

Garam Langka, Rumah Tangga Retak dan Negarapun Dalam Bahaya

Negara kepulauan yang dikelilingi oleh lautan yang luas nomor wahid ini, rasanya sangat tidak mungkin bin mustahil bisa terjadi krisis garam. Tapi apa boleh buat, meskipun harus gigit jari, fenomena krisis garam ini sama persis bak mencari emas permata saat hendak meminang sidia. 
Petani Garam | Foto : hipwee.com
Semenjak awal Agustus 2017, kita sudah dikejutkan dengan sebuah fenomena yang mencengangkan umat seantero bumi pertiwi ini. Kali ini bukan fenomena Nek Rohaya yang berhasil mencuri hati brondong ingusan yang terpaut hampir setengah abad usia jauh darinya. Juga bukan fenomena purnama disiang hari yang sering didengungkan oleh anak cabe-cabean yang sedang mabuk asmara, apalagi fenomena artis seleb yang sedang gencar-gencar lomba masuk bui akibat tersandrung barang haram zat psikotropika. Hahaha, Semoga para Jomblo tidak patah semangat dengan kisah Nek Rohaya. 

Selain itu, juga bukan fenomena politik tak bermoral yang sedang ngetrend dikalangan pejabat senayan, yang sering dibungkus dengan berbagai isu hoax dan juga makar didalamnya. Alih-alih hanya untuk mencari kursi panas saat 2019 tanpa memikirkan ada masalah baru dan besar yang sedang mengancam retaknya rumah tangga warga negara secara berjamaah yang berakibat hancurnya Negara yang katanya Pancasilais ini. 
Ilustrasi Garam | Foto : Search Google
Fenomena yang dimaksud ini tidak lain dan tidak bukan. Hanya persoalan langkanya garam. Padahal Indonesia yang merupakan Negara kepulauan yang dikelilingi oleh lautan yang luas nomor wahid ini, rasanya sangat tidak mungkin bin mustahil bisa terjadi krisis garam. Tapi apa boleh buat, meskipun harus gigit jari, fenomena krisis garam ini sama persis bak mencari emas permata saat hendak meminang sidia. Om, mau minang ya? Tunggu 17 Agustus saja, banyak pinangnya loh.!!

So, pertanyaannya. Seperti judul diatas bahwa Garam bisa meretakkan hubungan rumah tangga yang harmonis hingga hancurnya Negara

Percaya atau tidak, bahwa perkara garam tidak sama dengan perkara di Pengadilan. Yang hanya tinggal ketok palu oleh Pak Hakim kelar dan selesai semua perkara. Akan tetapi perlu di garis tebal dan bahkan ditambah stabilo sekalian, bahwa persoalan garam merupakan hal yang sangat krusial dari rumah tangga hingga berefek ke Negara. Wew, tanpa garam, statuspun juga bisa hambar. Hehehehe
Nasi Goreng juga pake garam | Foto : Dok. Sikonyol.com
Bayangkan dalam sebuah rumah tangga tidak ada garam, maka masakan si istri yang disaji dengan kasih sayangpun akan menjadi kurang sedap. Lalu ketika masakannya terasa kurang sedap, sudah barang tentu suami milih makan di warung tetangga. Saat kebiasaan makan diluar ini sudah terjadi, lama kelamaan hubungan suami istri mulai renggang. Sehingga begitu ada gesekan sebesar biji cabepun, akan sangat mudah dan gampang yang berujung pada perceraian. Ingat pepatah, Bersatu kita teguh, bercerai kita kawin lagi, Hehehehe

Kemudian, jika sudah berujung pada perceraian, maka anak-anak bakal tidak terurus dengan maksimal. Terjerumus pada kebiasaan buruknya pergaulan bebas dan bahkan sampai pada penggunaan barang harampun menjadi pilihannya. Sehingga anak sebagai generasi muda ini akan terancam. Jika hal ini terjadi maka generasi muda, mandeg dalam menggapai cita-cita dan generasi penerus bangsa akan terancam, maka Negara dalam bahaya. 

Nah, oleh sebab itu. Sudah seharus pejabat negara memikirkan solusi dari masalah ini. Sebab yang menyebkan negara ini dalam bahaya bukan karena ormas A atau kumpulan B yang mengancam kedaulatan Negara dan hancurnya parsapah bangsa tapi justru karena LANGKANYA GARAM lah yang membuat Negara dalam bahaya.
Antara Burung Traveloka dan Burung Twitter, Mana Burungmu?

Antara Burung Traveloka dan Burung Twitter, Mana Burungmu?

Tapi saat itu kami gak berani bahas tentang burung Garuda yang membawa beban lima sila pancasila didadanya. Karena takut dibilang gak Pancasilais
Ilustrasi |Foto : Editor 
Bila membaca surat Al Fatihah diawali dengan Bismillah, itu mah memang sudah perintah hadisnya demikian. Tapi jujur saja, ketika awal aku ngetik artikel ini tak sengaja dan tak tertahankan aku ngakak sambil ingat burung bapak tetangga sebelah. Konon katanya mau digorok oleh si istri akibat sering lepas dan lupa pulang ke sangkarnya. Hehe, mungkin burungnya suka jajan kale ya.

Ops, jangan cabul dulu ya, sebab tidak semua burung yang lupa pulang. Mungkin kisah burung bapak tetangga sebelah itu, bisa disebut hanya 'oknum' saja tapi tidak semua burung demikian. Buktinya seperti lirik lagu Mbak Nia Daniaty, yang pernah populer tahun 90-an "Burungpun tak Lupa Pulang" Iya kan?

Lalu, ada apa dengan burungmu?
Pertanyaan ini, memang gak perlu dijawab dulu. Sebab bisa buat sobat Sikonyolover salah paham dan mengundang Su'uzon berkelanjutan. Jadi please deh! Jangan su'uzon dulu ya, sebelum khatam membacanya. Lagian kata Ustad Kemed di Film Dunia Terbalik, Su'uzon itu kan dosa. Apa sobat Sikonyolovers mau tambah dosa? Pastinya gak kan!

Baca Juga :

Sebenarnya pertanyaan yang tadi itu ada hubungannya dengan burungmu. Cuma dalam konteks gak 'Cabul'. Kenapa demikian? Ya, namanya saja burung, terserah apa nama jenis burungnya, besar atau kecilkah burungnya tetap gak cabul. Sebab tataran pembahasan burung disini bukan burung yang lupa pulang. Maklum burungnya baik-baik semua toh!

Kenapa Burung Traveloka dan burung Twitter?
Maaf kali ini aku gak ada Jobs Review tentang traveloka. Jadi gak ada yang namanya promo untuk memperkenalkan aplikasi burung ini. Tapi kalau dibilang 'catuk' sih iya. Beda dengan yang yang dulu-dulu. Sebab dulu kalau review sudah barang tentu ada nominalnya dalam bentuk rupiah. Ya, gak banyak sih, cukup untuk bayar domain setahun. Hehee kasih tahu dong om,  berapa nominalnya?

Oh iya, burung Traveloka dan burung Twitter pasti  Sobat Sikonyolovers sudah pada tahu bagaimana bentuk burungnya, apa jenisnya dan seperti apa ukurannya. Walaupun sekilas kita lihat sama-sama berwarna biru. Tapi bilapun belum tahu, itu petandanya Sobat kurang perhatian terhadap burung tersebut. Maksud ku kurang memperhatikan burung traveloka. Tapi ya sudah gak apa-apa, asal burung yang lain sering diperhatikan. Apa lagi burung milik sendiri di rumah.
Burung Traveloka itu berbadan langsing, sebab sering jalan-jalan. Sehingga wajar saja, bila burung ini kelihatan lebih langsing dan sehat. Serta gak perlu diet mati-matian tanpa harus tahan lapar ketika malam tiba. Sementara burung Twitter berbadan gemuk hanya bisa ngebacot, kicau sana-sini dan Twit sana-sini tanpa harus banyak bergerak.

Lalu mana burungmu?
Beberapa hari yang lalu saat ngopi di suatu tempat yang gak terkenal, tepatnya di bawah pohon seri dengan rekanku, Bro Babas. Sambil ngopi santai, pembahasan kami saat itu tentang burung. Mulai burung bapak tetangga sebelah, burung Traveloka dan burung Twitter. Tapi saat itu kami gak berani bahas tentang burung Garuda yang membawa beban lima sila pancasila didadanya. Karena takut dibilang gak Pancasilais, yang berakibat blogku (Sikonyol.com) ditutup oleh Menteri Infokom, seperti kasus Telegram. Hehehe, semoga tulisan ini gak dibaca oleh Pak Menteri Infokom. Amiin!!!

Oh iya, balik lagi ke burung tadi. Saat pembahasan burung-burung tersebut, Si Bro menganalogikan burug Traveloka dan burung Twitter dengan sifat manusia. Katanya, ia burung Twitter. Sebab badannya berisi, suka ngomel sana, ngomel sini, kicau sana dan kicau sini serta suka komentari hal-hal yang gak penting untuk di komentarin. Sehingga dengan yakin nya, ia merasa persis seperti burung Twitter yang malas bergerak dan malas olahraga. Sementara lanjutnya, burung Traveloka kebalikannya, banyak bergerak, gak ngomel sana-sini dan suka jalan-jalan. Akibat kebanyakan jalan-jalan, makanya tak salah bila burung ini berbadan langsing.

Kebanyakan manusia, bila diperhatikan dengan seksama, kita bisa menganalogikannya dengan burung-burung yang tadi. Gemukkah atau kuruskah objek yang sobat amati tersebut maka itulah burungnya. Tapi ingat, burung ini dapat saja berubah dari burung Traveloka ke burung Twitter dan sebaliknya. Sama seperti orang bisa gemuk dan juga bisa kurus.

Nah, Sobat Sikonyolovers sudah paham bukan? Dengan demikian, Sobat Sikonyolovers sudah bisa menjawab pertanyaanku tadi, "Mana Burungmu?'.


Ketika Mualem Dikalahi Darwati

Ketika Mualem Dikalahi Darwati

Lalu, urusan mabuk dengan saya apa? Jawabnya gak ada. Cuma sayang, akibat berita yang tidak penting tersebut sudah berhasil membuat nitizen Aceh heboh bak burung berkicau riuh saat sambut kedatangan raja di ufuk timur, pagi hari. Sangat berlebihan sekali dan bahkan mendekati alay.
Ilustrasi | Foto edit : Sikonyol.com
Beberapa hari kemarin, kayaknya pegiat medsos pasti sudah pada tahu apa yang sedang viral di Aceh. Ops, katanya ada yang mabuk udara. Dan bahkan ada juga yang memberitakan bahwa mabuk udaranya sampai pingsan. Adoh, gak gitu juga kale, macam gak ada berita lain saja. Hingga membuat aku kepikiran hingga 4 kali keliling sambil ngebayangin orang mabuk udara sampai pingsan. Tapi kalau bayangin orang mabuk kenderaan darat mah, aku pernah. Yah, namanya saja berita, sudah barang tentu berbentuk piramida terbalik yang sering membuat orang terkecoh dan bak main bola. Hehehehe, cuma ngebayangin doang?? 

BTW bicara tentang mabuk, kayaknya gak sedikit umat manusia sejagat yang gak pernah merasakan mabuk. Terserah dimana, kapan dan dengan siapa. Sebab sangat tidak perlu untuk dijawab, apalagi diceritakan dalam diary harian. Yang akan dikenang saat rambut sudah ubanan dan gigi sudah ompong. Hahaha, Stop! Bukan mabuk yang lain-lain ya, di cambuk nanti

So, diantara peristiwa mabuk yang sobat Sikonyolovers alami pasti berbeda-beda. Ada yang unik, lucu, kesal, berkesan dan bahkan sedih. Serta tidak tertutup kemungkinan beda tempat dan waktu. Selain itu juga beda jenis kenderaan yang bikin sobat mabuk. Misal aku mabuk naik (kenderaan) bemo. Tapi tidak dengan yang lainnya. 

Nah, berkaca pada kejadian tempo hari kemarin, tentang berita mabuk, yang kebetulan dialami oleh bung Mualem saat sedang membelah angka Aceh bersama Gubernur Aceh, Irwandi. Ya, maksudku mabuk udara yang dialami Mualem. Meskipun ada juga pihak lain yang beranggapan ini adalah kabar ‘Hoak sehoak-hoaknyanya’. Hahaha macam lagu Spoon saja, yang berjudul “Rindu Serindu-rindunya”. Namun percayalah, peristiwa mabuk ini tidak ada hubungannya dengan pencintraan politik. Seperti pencintraan politik senayan yang kita nonton di Tivi rumah tetangga. Tivi di rumah sudah dijual ya?
Lalu, urusan mabuk dengan saya apa? Jawabnya gak ada! Cuma sayang, akibat berita yang tidak penting tersebut sudah berhasil membuat nitizen Aceh heboh bak burung berkicau riuh saat sambut kedatangan raja di ufuk timur, pagi hari. Sangat berlebihan sekali dan bahkan mendekati alay. 

Irwandi dan Darwati | Foto : FB Irwandi
Sehingga dilain sisi hal ini justru dianggap sebagai bahan guyonan saat minum kopi dipagi hari, dengan tema “Mualem Dikalahi oleh Darwati”. Kenapa demikian? Ya, mungkin maksudnya karena Darwati yang merupakan istri Gub Irwandi yang pernah JJ dengan pesawat 'Eagle One' milik Irwandi tidak pernah mabuk udara. Sementara Bung Mualem malah sebaliknya.

Ya, mungkin inilah maksudnya “Mualem Dikalahi oleh Darwati” kalah karena mabuknya. Padahal anggapan ini sangat salah dan sangat tidak patut untuk ditiru. Sebab mualem itu bukan dewa, ia hanya manusia biasa yang memiliki satu kelebihan dan seribu kekurangan. Bukan kah demikian?

Semoga posting singkat ini mampu menyadarkan penghuni warung kopi yang suka ngomel cetas-cetus gak karuan dan dosanya diampuni. Amiin!!
         
Semoga Pengunjung Wisata Ujung Ulee Lheue Tidak Menyamakan Sampah dengan Mantan!

Semoga Pengunjung Wisata Ujung Ulee Lheue Tidak Menyamakan Sampah dengan Mantan!

Pantai yang berjarak sekitar 8 kilometer dari pusat kota Banda Aceh ini, akan terlihat ramai pengunjung tatkala sore tiba. Meskipun sebenarnya pemandangan paginya jauh lebih sempurna dengan suara gemuruh ombak yang menghantam bebatuan pantai dengan perlahan. Seolah saat itu jiwa ku sedang menitip rindu pada ombak. 
Ujung pantai atau muara Pelabuhan Ferri | Foto : Sikonyol.com
Pagi itu mentari belum bangun dari tempat peristirahatannya. Padahal hingar binar sinarnya sudah menyentuh alam semesta ini. Saat itu ku pacukan kuda hitamku (motor berwarna hitam) untuk menjejaki ujung daratan Kuta raja ini. Ya, ke pantai maksud ku. Untuk meneruskan pesan lirik lagu Ebiet G Ade, yang bertanya kepada karang dan kepada ombak. Meskipun ujungnya bertanya kepada Rumput yang bergoyang. Oh ya jangan tanya apa jawabnya... 

Dalam keadaan remang-remang, pelabuhan tempat kapal Feri penyeberangan Ulee Lheue Banda Aceh - Balohan Sabang pun menjadi tempat persinggahan awalku, sambil jepretan kamera menyoroti berbagai sudut pantai. Mulai kiri ke kanan, ke kanan ke kiri, atas bawah bawah, bawah atas dan terakhir gak tahu dari mana lagi. Hahaha.. Maklum abang suka jepret orangnya Dek! Kalau mau abang jepret, kemari aja dan sampari abang ya!!! Biar abang jepret sampe keringatan.

Tak lama bermain jepret-jepretan seorang diri, akhirnya di sebalah timur Kota Para Raja ini mulai tampak langit agak kemerah-merahan. Meskipun saat itu tidak semerah 'Anggur Merah', seperti Judul lagu Om Meggi Z. Tapi setidaknya merah jugalah namanya. Sehingga aku kembali memacukan Black Horse untuk keluar dari area pelabuhan itu, dengan tujuan menuju jembatan di perujung pantai Ulee Lheue. Amboi pandangan paginya menakjubkan, kawan!!

Disebelah kanan gerbang pelabuhan Ulee lheue, itulah jalan menuju kesana. Walaupun jalan penghubung tersebut agak sedikit tidak rata yang membuat badan sobat berjoget-joget tanpa irama. Tapi percaya lah jalan berjogetnya hanya sekitar 100 meter saja. Selepasnya jalan aspal hitam sudah menanti untuk anda jejaki.
Jalan ditengah Laut | Foto : Sikonyol.com
Pantai yang berjarak sekitar 8 kilometer dari pusat kota Banda Aceh ini, akan terlihat ramai pengunjung tatkala sore tiba. Meskipun sebenarnya pemandangan paginya jauh lebih sempurna dengan suara gemuruh ombak yang menghantam bebatuan pantai dengan perlahan. Seolah saat itu jiwa ku sedang menitip rindu pada ombak. 
Cak alahoi... virus lebay ku kembali kumat. Tapi yakinlah lebay ini modal untuk mengatakan I Love You untuk mu Dek!!

Baca Juga :

Ya, kembali lagi. Perjalanan ku pagi itu cukup luar biasa. Dimana, jepretan kamera smartphone ku ceklet-cekletan sepanjang sudut jalan. Tanpa sadar, saat itu yang terpikirkan olehku hanya mengabadikan segala sudut pantai ujung Banda ini. Padahal icon bateri lowbat sudah berbunyi berulang kali sejak keluar dari pelabuhan tadi. Maklum lupa dicas semalam, karena keburu tidur untuk mengejar mimpi sama anak pak Lurah.

Dah, setiba di jembatan perujung pantai ulee lheue, baperku kembali kambuh. Sehingga dari ketinggian jembatan tersebut ku nikmati pemandangan alamnya yang luas. Apalagi saat ku palingkan pandanganku ke arah jalan Ulee Lheue - gampong Jawa, aduhai amboi!! Bentangan laut yang luas membiru di batasi jalan dengan bekas tambak yang sudah ditelan tsunami. Seolah jalan tersebut terlihat membelah lautan hindia. 
Alamak!!!!! terpaksa jepret lagi dan lagi, sampai bunyi batri lowbat terakhir. 

Pinggir pantai ini memang sangat di buru oleh warga seputar Banda Aceh. Bila pagi sampai siang diburu oleh para pemancing sedangkan sore di buru oleh para penikmat pemandangan alam. Meskipun sebenarnya mereka juga sambil menikmati somay, bakso goreng dan berbagai makanan serta minuman lainnya. Ops... tapi dicelah-celah itu juga ada sebagian anak manusia yang sedang berlabuh rindu dan tenggelam dalam lautan asmara. Seolah dunia milik kakek dan neneknya saja. Padahal kakek dan nenek ku juga memilikinya. Hehehehe

Huft... ! Ya sudahlah, terserah apa tujuan sobat mengunjungi pantai yang berjalan di tengah laut ini. Sebab kita juga sadar betul bahwa tempat umum seperti ini memang sudah seharusnya dijaga bak menjaga permaisuri raja. Ya, maksudku menjaga kebersihannya. Walaupun fasilitas objek wisata disini tidak seperti objek wisata pantai Losari atau pantai-pantai indah dan megah lainnya, yang ada di Indonesia, yang menawarkan 1001 fasilitas. 
Ada dua tempat sampah | Foto : Sikonyol.com
Selain ini, jangan pernah sobat bertanya berapa harga penginapan, sebab jangankan penginapan toilet saja belum ada. Ya, maklum saja pengelolaan tempat wisata ini belum dilakukan sepenuh hati. Berdoa sajalah ya, amiin! 

Meskipun demikian, demi menjaga kebersihan pantai, disebelah kanan dan kiri jembatan juga sudah disediakan tempat sampah. Sehingga dengan demikian sangat mengharapkan kesadaran sobat untuk membuang sampah dari kemasan makan dan minuman yang sobat bawa pada tempat tersebut. Ingat,,,!! Bukankah sobat sudah tahu bahwa buang sampah sembarangan tidak seperti buang mantan sembarangan? 

Namun apalah daya, jika kata pepatah kuno yang masih populer di kampung-kampung, terutama kampungku, "Rambut sama hitam tapi cara berpikir pasti beda". Sehingga menurutku, hal ini sama persis seperti kasus di pantai ini. Ops.. bukan kasus lain-lain ya, mohon jangan berpikir lain-lain dulu, ya! Sebab kasus yang sedang saya maksud ialah kasus buang sampah sembarangan. 

Padahal saya yakin, mereka para pengunjung semua tidak buta aksara dan semua tahu bahwa buang sampah itu merupakan salah satu perbuatan yang tidak baik. Tapi apa, ya tetap saja seperti merasa tidak berdosa tatkala sampahnya ditinggalkan ditempat yang tongkronginnya. Sumpah, semoga kebelet setan ajalah kalau ada orang yang seperti ini. Atau mungkin barangkali, memang dia sudah duluan setan sebelum setan dapat gelar setan. 
Aduh... tu kan, abang kebawa emosi Dek!

Ya, semoga yang sudah pernah membaca tulisan ini, merupakan orang anti setan dan sadar bahwa buang sampah itu tidak sesemberangan buang mantan. Sebab buang mantan sembarangan pasti ada yang pungutnya. Walaupun pada hakekatnya sama-sama barang yang tidak dipakai lagi.

Jembatan | Foto : Sikonyol.com

Ternyata Penjual Roti Bakar Tidak Pernah Membakar Roti

Ternyata Penjual Roti Bakar Tidak Pernah Membakar Roti

Pernah gak, sobat sikonyolovers memperhatikan penjual roti bakar mempraktekkan kebohongannya? Pasti tidak bukan? Yang ada sobat sikonyolovers hanya pesan, kasih uang dan lalu pulang.
Roti Bakar | Foto : Search Google 
Bila ku ulas secara detail, mungkin aku, kamu dan siapa saja diantara sahabat sikonyolovers, pasti sudah tahu yang namanya roti bakar. Bila pun ada diantara sahabat sikonyolovers belum tahu, mungkin bisa cari tahu dengan batuan Om Google yang super pinter.

Sebuah fakta menyatakan bahwa, menikmati roti bakar secara keseringan ternyata bisa membuat seseorang menderita penyakit kanker alias kantong kering. Apalagi yang berstatus sebagai mahasiswa yang pada umumnya ngekos dirantau orang, dengan keadaan hidup pas-pasan yang serba berkecukupan. Walaupun sering gagal hemat dalam hal pengeluaran keuangan. 

Membeli roti bakar memang tidak menjadi dosa bila uang yang sikonyolovers dapatkan dengan cara halal. Sebab kata Ustad Solmed, yang sering nongol di televisi mengatakan pada jamaahnya, "Sesuatu barang yang dibeli dengan perolehan uang secara haram, maka barang yang dibelinya juga ikut haram". Nah, jelas bukan! Terserah sikonyolovers mau beli berapa porsi. 

Dari penyampaian Ustad Solmed tadi, tentu akan menjadi nasehat yang patut untuk diingat-ingat sebagai pedoman hidup untuk memperoleh kehalalan. Ops.! Jangan cuma ingat mantan saja ya, sob. Karena ingat mantan itu kata orang, sering membuat seseorang kejebak kenangan masa lalu dan gagal move on dengan calon gebetan baru. Gak mau kan, bila Sobat sikonyolovers terus-terusan gagal move on. Jomblo dong jadinya

Makan roti bakar, memang tidak seperti makan jagung bakar. Juga tidak seperti menyantap ikan bakar. Apalagi seperti makan ubi bakar, kagak mungkin ya sob. Tanya kenapa? karena proses penyajian roti bakar tidak terkontaminasi dengan api pembakaran. Sehingga tidak terdapat bekas pembakaran yang agak hitam seperti arang yang sering meninggalkan bekas di gigi layak nya gigi mak lampir di film misteri Gunung berapi. Ih,, serem filmnya ya Omm..

Lalu kenapa penjual roti bakar pembohong? 

Pernah gak, sobat sikonyolovers memperhatikan penjual roti bakar mempraktekkan kebohongannya? Pasti tidak bukan? Yang ada sobat sikonyolovers hanya pesan, kasih uang dan lalu pulang.

Sebenarnya, praktek pembohongan yang kita maksud ialah ketika penjual roti bakar menyajikan roti bakar. Sebab yang kita tahu roti bakar itu disajikan dengan cara di goreng dengan sedikit mentega diatas tempat penggorengannya. Bukan di bakar seperti ikan bakar dan jagung bakar.

Nah, benar bukan. Ternyata penjual roti bakar itu pembohong. Karena telah menjual roti goreng yang seharusnya di bakar. BTW, apakah sobat sikonyolovers masih beranggapan bahwa itu sebagai roti bakar, setelah membaca tulisan yang kita sajikan ini? Tidak usah dijawab sebab ini bukan pertayaan UN yang wajib di jawab dengan serius. Hehehe


Jalan ke Ligan, Betul-Betul 'Meuligan'

Jalan ke Ligan, Betul-Betul 'Meuligan'

Nama gampong Ligan menurut istilah bahasa Aceh, 'Ligan' yang artinya terkena (ternoda) dengan sesuatu, yang sebelumnya bersih menjadi bernoda. Sebagai contoh, 'Bajee lon meuligan leuhop' (Baju saya terkena lumpur).
Jalan Lintas dari Kecamatan Darul Hikmah ke Gampong Ligan
Hai sahabat sikonyolovers, semoga sehat selalu. Amin. Sudah lama aku tidak update posting di blog Sikonyol ini. Sekarang aku ingin mengulas dengan tidak panjang lebar tentang sebuah perjalan ke suatu tempat beberapa waktu lalu. Akibat kurang piknik kali ya,

Tempo hari lalu, aku bersama beberapa orang teman yang tak kusebut namanya, mengunjungi sebuah gampong yang ada di Kabupaten Aceh Jaya, Aceh. Ya, nama gampong nya Ligan, yang merupakan gampong yang berada di balik perbukitan dan jauh dari lintas jalan antar kabupaten Barat Selatan (Barsela).

Beberapa teman ku, awalnya tak pernah tahu, bila dibalik perbukitan yang terjal itu ada penghuninya. Sebab, sepanjang jalan yang berlika-liku bak bekas jalan ular piton ini tidak ada tanda-tanda kehidupan. Hanya pepohonan dan semak belukar yang membentang melebihi lapangan tenis meja, yang tidak pernah ku ukur berapa ukurannya.  Ah, macam planet luar angkasa saja!

Oh iya, Nama gampong Ligan menurut istilah bahasa Aceh, 'Ligan' yang artinya terkena (ternoda) dengan sesuatu, yang sebelumnya bersih menjadi bernoda. Sebagai contoh, 'Bajee lon meuligan leuhop' (Baju saya terkena lumpur). 'Meuligan' merupakan bentuk kata yang sudah di bubuhi awalan 'Meu' dari kata dasar 'Ligan'. Sehingga tak salah, bila bertolak kesana akan 'meuligan'.

Seperti pengalaman aku dan beberapa teman kemarin saat mengunjungi lokasi yang sudah sering berlangganan banjir ini. Naik turun persis seperti perahu yang sedang dihadang ombak ditengah samudera luas. Sesekali diatas terkadang juga dibawah. Ditambah lagi dengan keadaan jalan seperti sawah yang hendak ditanami padi oleh pak Tani saat musim turun kesawah tiba. Sehingga dengan sangat yakin seyakin-yakinnya, kami mengimpulkan tak ada perkampungan di balik bukit terjal ini. Ketahuan, Gak pernah ke gampong Ligan. Hehehe.
Jalan dipergunungan menuju Gampong Ligan,
selain banyak tikungan dan jalan mendaki juga ada kurap di jalan 
Lumpur dan kubangan ditengah jalan tak terhitung berapa jumlahnya. Meskipun tingkat kedalamannya tidak sedalam lubang buaya yang menelan tujuh jendral pahlawan Revolusi. Tapi setidaknya cukup membuat kami mengangguk-ngangguk seperti sedang mendengar musik di diskotik sambil melirik tante kesepian yang sedang menghisap rokok yang disertai sebotol anggur merah. Pengalaman banget ni, jadi Gigolo ya?? Ops.. Keceplosan.

Pemandangan alam disepanjang jalan yang kami melewati, tak seperti pemandangan yang pernah aku gambar saat Sekolah Dasar (SD) dulu. Dimana, setiap ada gunung pasti ada laut dengan perahu nelayan, walaupun digambar tersebut tak terlihat dengan jelas, nelayannya sedang apa. Tapi hanya pemandangan gunung dan lereng dengan pepohonan yang hijau mengelilinginya.

Lebih dari satu jam perjalan, akhirnya kamipun tiba ditempat tujuan. Yaitu, di gampong Ligan, Kecamatan Sampoiniet Kabupaten Aceh Jaya. Masyarakat disana lumayan ramai meskipun tak seramai peserta demo 212 di Monas pada tanggal 2 Desember 2016 silam. Akan tetapi bila aku perkirakan, jumlah mereka lebih dari 500 Kepala keluarga (KK) yang telah mengikralkan diri sebagai warga gampong setempat. 
Sisa banjir, yang membuat halaman rumah warga 'Meuligan'
Lingkungan perkampungan yang tidak terekpos media ini, sangat memprihatinkan. Pasalnya tatkala banjir tiba diawal Desember 2016 silam, tak satupun media pemberitaan di Aceh mempublis musibah banjir yang dialami warga gampong Ligan. Sehingga tidak ada yang memperdulikan bagaimana nasib korban banjir disana.  Mungkin efek gagal focus akibat bencana Gempa Pijay om!

Sepertinya nama gampong Ligan menjadi kutukan untuk mereka agar terus-terusan 'meuligan' dengan lumpur-lumpur sisa banjir serta untuk terus mengosumsi minuman air sumur yang 'meuligan' juga. Bayangkan bagaimana bila mereka diserang penyakit hanya karena mengosumsi minuman yang 'meuligan' oleh sisa banjir? 
Ruangan kelas Sekolah ini, sebelumnya 'Meuligan' lumpur sisa banjir setinggi 30 cm
Tak hanya itu, bangunan sekolah juga ikut 'meuligan' akibat terkena banjir. Bahkan menurut seorang guru lumpur-lumpur sisa banjir itu mencapai ketinggian 30 cm. Sehingga dengan terpkasa sekolah yang ada di gampong 'Ligan' benar-benar meuligan dan harus diliburkan sampai seminggu lamanya. Murid SD pasti senang, karena diliburkan? Hehehe pengalaman waktu SD.
Sisa-sisa banjir, masih tergenang
Aku dan beberapa teman yang menuju ke gampong ligan pun ikut meuligan, mulai dari mobil transportasi yang kami tumpangi hingga sandal baru pun ikut meuligan. Ah, promo sandal baru ini ya! Om sandal baru Om.

Tapi, Ya sudah lah, percuma saja bila aku teruskan keprihatinan ini. Sebab aku bukan reporter yang bertugas untuk meliput dan memberitakan berita. Aku hanya ingin mempersembahkan kekonyolan untuk negeri ini. 
Salam | #Sikonyol