Inilah Area Parkir Terlarang Di Banda Aceh

"Usia mereka bisa diperkirakan sekitar 17-24 tahun. Namun aku tidak tahu parsis mereka layaknya anak alay itu dari golongan mana dan siapa orangtuanya. Yang pasti menurut amatanku, bila dilihat dari ke-alay-annya, mereka adalah anak orang yang berpenghasilan menengah keatas". 
Susunan Parkirnya Rapi sangat
Minggu malam, tepatnya tanggal 10 April 2016, Aku penuhi sebuah undangan rapat via Short Message Service (SMS) dari bang Bro yang dilayangkan pagi tadi. Bang Bro adalah salah seorang senior di sebuah organisasi mahasiswa (maaf off the record) dan sekaligus sekretaris di salah satu orgnisasi kepemudaan (OKP) yang ada di Banda Aceh. Akibat memenuhi undangan tersebut, usai sholat isya, aku bergeges dengan membawa ransel kecil di belakang. Tanpa ku membawa laptop dan dengan keadaan tergesa-gesa bak orang  kebelet BAB, kuda hitam pun ku paksa untuk melaju kencang, mengingat waktu sudah melebihi dari yang dijanjikan. 

Setiba disana, tepatnya disebuah warung kopi (warkop) di seputaran jalan P. Nyak Makam, Lampineung, Banda Aceh. Seperti biasa, parkir dan rapikan rambut sedikit, biar tidak terlalu acak-acakan meskipun rambut hampir kayak rambut singa jantan usai berantam berebut singa betina. 

Haha.. Selepas itu,  rambut sudah sedikit rapi, meskipun tidak serapi rambut Jack di film Titanic yang diperankan oleh Leonardo Dicaprio yang begitu licin dan mengkilap serta mampu membuat lalat terpeleset bila hinggap dirambutnya. 

So, ketika melewati barisan meja di warkop tersebut, dua orang teman yang tidak aku sebutkan namanya, sudah menunggu agak sedikit lama. Sehingga untuk mengusir rasa bosan, mereka pun pesan kopi lebih duluan sebelum kedatanganku. Maklum kedatanganku agak sedikit terlambat, oleh sebab itu, kopi yang ada dalam gelas mereka sudah duluan di nikmati sebelum aku tiba. Tapi itu tidak jadi masalah, toh kalaupun kopinya habis duluan, kan bisa isi ulang layaknya isi ulang air minum. Hehehehe..

Diwarkop, waktu sudah berjalan lebih dari 5 menit, aku dan dua orang teman tadi bersepakat untuk menunggu bang Bro datang. Sambil menuggu, ditengah bisingnya warkop, diskusi-diskusi kecilpun mulai berjalan hingga suasana bising warkop pun sempat kami kalahkan. Walaupun tidak begitu lama, maklum saja penghuni warkop yang kebanyakan pecinta bola sedang menjagokan tim favouritnya.

Setelah beberapa menit kemudian, bang Bro datang dengan tergesa-gesa sambil mencari colokan untuk power banknya. Akhirnya mengingat bising, bang Bro, mengajak aku dan orang teman yang tadi untuk pindah tempat dilantai dua warkop, dengan tujuan agar rapatnya lebih fokus dan bisa berbagi pendapat. Ah..!!! kayak rapat anggota DPR saja....

Sambil menikmati secangkir kopi panas, aku, bang Bro dan dua orang teman tadi berkesimpulan untuk segera memulai rapat. Waktu berjalan terasa sangat cepat, satu persatu agenda rapat pun sudah kami setujui. Singkat cerita, Setelah 2 jam kemudian, jam pun sudah menunjuk pukul 23.34 WIB dan rapatpun sudah ditutup. Meskipun sudah agak sedikit larut malam, namun itu tidak menjadi masalah, apalagi diantara peserta rapat semua masih berstatus lajang. Jadi kalaupun pulang agak sedikit telat, pasti tidak ada pihak yang menjadi jablay alias jarang di belai. Hehehe lajang atau jomblo yach?

Rapat sudah selesai, akupun mulai menagayunkan langkah dan menuju ke area parkir. Sepulang dari warkop tersebut, aku sengaja memilih jalan pulang melintasi jalan simpang lima Banda Aceh, agar aku bisa menikmati perjalanan pulang dengan santai. Akan tetapi dalam perjalanan tersebut, tepatnya di depan Pantai Perak alias PP (Super Market) pandanganku tertuju kepada mereka yang sedang asik melewati malam dibawah terangnya cahaya di sudut jembatan, yang tak jelas tujuannya apa?
  
Usia mereka bisa diperkirakan sekitar 17-24 tahun. Namun aku tidak tahu parsis mereka layaknya anak alay itu dari golongan mana dan siapa orangtuanya. Yang pasti menurut amatanku, bila dilihat dari ke-alay-annya, mereka adalah anak orang yang berpenghasilan menengah keatas. 

Hmm... oleh karena itu, sebagai anti alay, Aku yang sedang melaju dengan kenderaanku, kuda hitam. Sengaja megurangi sedikit kecepatan untuk melirik kearah mereka. Walapun tidak begitu detail, namun itu terlihat jelas bahwa mereka sekumpulan anak alay. 

So yang menjadi pertanyaanku, kenapa mereka harus bertandang disana hingga dini hari. Apakah ke-alay-an mereka sudah direstui oleh orangtuanya? atau mereka hanya orang-orang yang diabaikan perhatian oleh orangtua atau bisa jadi justru mereka yang mengabaikan perhatian orangtua?

Hufft... Mungkin dari pertanyaan ini, aku hanya bisa mengatakan "I don't know" sambil garut-garut kepala seperti gembel yang sedang kebingungan. Hehehe... tapi tak semua gembel bingung loh!

Parkir Terlarang
Ironisnya lagi, mereka melakukan pemaksaan diatas badan jalan untuk lahan parkir kenderaannya, sehingga membuat jalan agak sedikit sempit. Selain itu dapat mengganggu kenyamanan pengguna jalan saat melintas di kawasan jembatan sungai krueng aceh itu. 

Iya sih, memang! dari satu sisi mereka memarkirkan kenderaan dengan rapi. Dan bahkan aku berani mengatakan salut buat mereka, karena susunan kenderaan mereka jauh lebih rapi dari tempat perparkiran yanga ada diseputaran Kota Banda Aceh.  

Meskipun demikian, mereka yang hampir tiap malam keluyuran di jembatan tersebut, tetap salah karena telah menggunakan area "parkir terlarang"  dan sangat mengganggu kenyamanan pengguna jalan. 

Beranjak dari hal itu, untuk mengantisipasi anak-anak alay, penggunaan parkir terlarang di area jembatan tersebut, sangat diperlukan peran orangtua untuk menjaga dan mengontrol anaknya agar tidak ikut-ikutan atau meneruskan kebiasaan mangkal di jembatan untuk melewati malam hingga dini hari. Selain itu, juga untuk antispasi penggunaan parkir terlarang.

Previous
Next Post »

Silakan tinggalkan komentar Anda!

Thanks for your comment