Heran! Menjelang Pilkada Aceh, Azan Tak Hanya Waktu Sholat

Nah, mungkin bagi teman-teman sikonyolover tentu akan mempermasalahkan hal ini. Sampai-sampai tanpa menelaah secara dalam, dengan spontan menjustifikasi sesat, gara-gara azan tidak pada waktunya

Ilustrasi | Foto : kabarnusa.com
Sebelum aku menulis terlalu panjang lebar, ya tapi tidak selebar jalan juga! Ada baiknya aku bertanya dulu ni. Apakah kamu sering azan? atau sekali-kali saja, tergantung dari moodnya kamu, atau memang tidak pernah sama sekali. terserah apa jawabannya. karena bagiku itu bukanlah hal yang harus dijawab, karena ini bukan ujian seperti yang ada di sekolah. Bila bisa jawab dapat nilai bagus dan sebaliknya, bila tidak bisa menjawab tidak mampus.

Azan merupakan sebuah seruan untuk memanggil kaum muslim untuk segera melangsungkan sholat lima waktu sehari semalam yang dilakukan oleh umat Islam, sebagai wajud penghambaan diri kepada sang khalik, pencipta semesta alam dan juga pemilik siang dan malam, seperti yang sering kita rasakan seban hari sampai saat sekarang ini. Akan tetapi baru-baru ini, ada sebuah hal yang membuat kita merasa heran, dimana menjelang pilkada Aceh, ternyata azan tidak perlu harus menunggu waktu sholat. Akan tetapi bisa dilakukan kapan saja alias sesuka hati. 

Nah, mungkin bagi teman-teman sikonyolover tentu akan mempermasalahkan hal ini. Sampai-sampai tanpa menelaah secara dalam, dengan spontan menjustifikasi sesat, gara-gara azan tidak pada waktunya, atau ada juga yang mengatakan, hal ini adalah bagian dari drama politik menjelang pilkada 2017 untuk mencuri perhatian publik dengan sensasi-sensi, yang menurutku sudah basi untuk ditiru.

Selanjutnya, sebagai sebuah Provinsi istimewa diatas istimewa, Aceh hampir bisa dikatakan sebagai semi negara, kenapa demikian? coba anda pikir dan anda pahami saja sendiri. Provinsi manakah yang ada di Indonesia seperti Aceh? atau bahkan negara mana yang mengatur kewenangan Provinsinya bak sebuah negara. 

Dimana, Aceh dengan keistimewaannya memiliki benderanya sendiri, memiliki sistem pemerintahan sendiri untuk mengatur kedaulatan rakyat melalui Undang-undang Pemerintahan Aceh (UUPA Nomor 11 Tahun 2016), memiliki hak politik yang khusus, yaitu adanya Partai politik Lokal (Parlok), memiliki Wali Nanggroe (Wali Negera) yang mana posisi dan kedudukannya satu anak tangga lebih tinggi dari Gubernur dan satu lantai dibawah Presiden. 

Hal-hal semacam ini, tidak kita dapatkan pada pembahasan tentang Tata Negara yang banyak dijelaskan melalui teori-teori konsep negara menurut Plato, Aristoteles dan juga beberapa pendapat lain. Sebab Aceh dengan keistimeawaannya yang diperjuangkan oleh gerakan Aceh Merdeka (GAM) inilah yang membuat Aceh beda dengan yang lainnya. Sehingga wajar-wajar saja, bila Aceh memiliki kekhususan tersendiri yang tidak pernah ada di daerah-daerah lain yang ada di Indonesia dan juga dunia. 

Berbicara tentang pemilihan kepala daerah (pilkada), Aceh juga salah satu Provinsi yang mengambil bagian dari sistem serentak. Ya, maksudnya pilkada serentak yang akan berlansung pada 15 Februari 2017 mendatang yang diikuti oleh 101 daerah yang ada di Indonesia. Tentu hal ini akan membuat rakyat Aceh ikut bereuvoria dalam dunia politik. Usung-mengusung barangkali sudah menjadi hal yang lumrah sesama partai politik ketika berkoalisi dalam memenangkan kandidiat yang dijagokannya. Mulai dari cagub dan cawagub, cabup dan cawabup atau calkot dan cawalkot, mungkin sudah disiapkan oleh tim koalisi sebelum berlaga di arena pilkada 2017 mendatang.

Berlaganya kandidat-kandidat ini, tentu sangat berbedanya dengan cara berlaganya ayam jago. Bila ayam jago berlaga mempertaruhkan nyawa dan kehormatannya sebagai pejantan, namun kandidiat ini berlaga hanya mempertaruhkan mental. Maksudnya mental untuk siap kalah, siap menanggung resiko kekalahan dalam bertarung dikancah dunia politik yang tidak pernah kenal lawan dan tidak pernah kawan. Atau dalam sebuah kata pepatah yang sering kita dengar dari politikus :

"Tidak ada kawan sejati dan tidak ada musuh abadi"

Ungkapan bahasa ini, mungkin akan menjadi motivasi diri sendiri dalam melibatkan diri dengan dunia politik. Meskipun yang kita tahu, terkadang secara tiba-tiba tanpa kita sadari, malah kita menjadi korban elit politi, menjadi tumbal dalam penyelamatan partai politik, seperti kisah Anas Urbaningrum dengan partai Demokratnya. Selain itu, juga sebagai alat peraga partai politik dalam melakukan kampanye terhadap kandidat yang diusungnya.

Dalam pengusungan kandidat ini, banyak intrik-intrik konyol yang menurutku sangat tidak populis untuk dipublis dari masing-masing kandidat. Hanya demi menarik perhatian dari kalayak, tidak sedikit dari mereka mencoba menggabungkan nama pasangan calon kandidat agar lebih mudah diingat, lebih mudah dihafal dan juga lebih mudah untuk di ucap.

Azan | Foto : theglobejournal.com
Contohnya, salah satu kandidiat balon gubernur Aceh 'Azan' yang berarti Aceh Zaini Abdullah dan Nasruddin. merupakan penggabungan dua nama hamba Allah yang sedang dimabuk pilkada. 

Beranjak dari hal inilah menurutku, menjelang pilkada Aceh 2017, azan tidak mesti saat tiba waktu sholat akan tetapi azan bisa dikumandangkan kapanpun. Apakah pagi, siang dan juga malam. sampai jatuh tanggal 15 Februari 2017 mendatang, yang merupakan hari pesta demokrasi rakyat diselengarakan.


Wallahu'alam
Previous
Next Post »

Silakan tinggalkan komentar Anda!

Thanks for your comment